Yulia Hartoyo, Meracik Jamu Karena Rindu
Mendengar
kata jamu, biasanya digambarkan dengan sosok perempuan paruh baya yang
menjajajakan aneka minuman dari
empon-empon dalam botol-botol kaca. Ada yang menjajakannya dengan berkeliling,
di kios, atau pasar. Namun berbeda
dengan Yulia Hartoyo, wanita kelahiran 17 Juli 1989 ini menjajakan jamu racikannya
dalam bentuk sachet melalui laman media
sosial.
Wanita
yang acap dipanggil Yulia ini menuturkan, “Sebetulnya ini tuh karena tahun 2021
kemarin aku kerja di Jakarta dan merindukan jamu langgananku yang di Yogya.”
Untuk
menghilangkan rasa rindu, Yulia memutuskan untuk meracik jamu sendiri. Alhasil,
ia pun pergi ke pasar tradisional untuk belanja empon-empon yang dibutuhkan.
Ketika
2021 Yulia salah seorang yang harus beradaptasi dengan WFH. Karena pekerjaanya
fleksibel, Yulia memiliki banyak waktu luang. Ia pun mengisi kekosongan itu
dengan mengikuti workshop jamu, ikut
pelatihan seputar jamu secara lebih mendalam, lalu mencoba membuatnya.
Alih-alih
untuk mengenalkan jamu pada teman-temannya, Yulia pun mencoba membuat racikan
wedang. Racikan ini menggunakan kombinasi beberapa empon-empon, rempah, dan
bahan lain. “Ketika membuatnya, aku melibatkan teman-teman kos sebagai penguji
rasa. Untuk hasil akhir, aku mengikuti selera pasar dengan tetap memasukkan
standarku ketika minum jamu,” tuturnya sambil tersenyum.
Perpaduan
bahan ini menghasilkan rasa yang tetap njamu,
tapi tetap terasa ringan, segar dan tetap menyehatkan. Seperti Sora, misalnya,
minuman yang terdiri dari: bunga rosela, temu manga, kencur, kayu manis dan
gula batu ini memiliki rasa sedikit manis dan asam yang sangat cocok untuk
generasi muda, bahkan anak-anak. Minuman ini juga bisa dikonsumsi untuk
mengatasi insomnia. Atau Seruni, minuman yang terdiri dari serai, jeruk nipis,
dan gula batu, yang memberikan manfaat unuk meredakan sakit karena datang
bulan.
Bagi
Yulia, mengenalkan wedang pada teman-teman kos lebih bisa diterima daripada
harus menyebut racikan itu sebagai jamu. Karena biasanya jamu lekat dengan rasa
pahit yang sulit untuk ditolerir lidah, terlebih generasi muda. Padahal, kata
jamu berasal dari dua kata Jawa Kuno, Djampi
yang bermakna penyembuhan, dan Oesodo
yang bermakna kesehatan. Istilah jamu diperkenalkan ke publik lewat orang-orang
yang dipercaya punya ilmu pengobatan tradisional. Jadi, racikannya yang terdiri
dari berbagai rempah dan memiliki khasiat yang menyehatkan pun tetap bisa
disebut jamu.
Yulia
tak hanya membuat wedang untuk teman-temannya, ia pun membuat racikan lain dan
memasarkannya menggunakan laman media sosial, mulai dari Facebook, Instagram,
dan status WA. Ia juga membuat akun Instagram khusus jamunya di @warungsae.id .
Lama
kelamaan racikannya kian banyak peminat, Yulia pun mengemasnya dalam bentuk
kering dan menggunakan kemasan plastik. Untuk meminumnya cukup praktis, tinggal menyeduhnya menggunakan 250-300 ml air mendidih, ditutup, diamkan 3-5
menit, aduk. Untuk satu kemasan bisa diseduh 2-3 kali.
Untuk
memenuhi kebutuhan akan empon-empon dan bahan lainnya, Yulia mencari pemasok
yang bisa dipercaya. Karena menggunakan bahan-bahan kering, Yulia memerhatikan
higienitas dan tingkat kekeringannya.
“Untuk
pemasok aku mengambil dari dua tempat, dari Condong Catur dan belakang Keraton
Yogyakarta, yang memang sudah kuketahui bagaimana mereka memperlakukan
bahan-bahan itu dari awal hingga akhir ,” jelasnya sambil tersenyum. Kedua
pemasoknya terlebih dahulu membersihkan bahan-bahannya, mencuci, lalu
memanggangnya menggunakan oven. Standar inilah yang membuat jamu
racikannya
Dalam
pembuatan racikannya, Yulia menuturkan kalau ia kadang memadukan berbagai
rempah, bila suka dengan rasanya, ia
lalu mencari tahu manfaatnya. Tapi tak jarang ia mencari tahu khasiatnya
terlebih dulu, sebelum akhirnya mencari racikan yang pas.
Saat
ini Yulia fokus pada 7 varian wedangnya, yakni: Seruni, Nona Manis, Secang,
Uwuh, Sora, Kunyit Asem, dan Kinasih. Nama-nama ini ada yang memang sudah lazim
digunakan di pasaran, ada juga yang dibuat karena idenya.
“Biasanya
ada filosofinya juga sih, Mbak. Seperti Kinasih misalnya, untuk orang-orang
terkasih.”
Meski
begitu, tak jarang Yulia juga membuat jamu siap minum dalam kemasan botol, seperti
Kunyit Asem, Ranjana, Meling Kempling, Telang Sereh, dan Gula Asem. Tapi jamu
siap minum ini dibuat secara terbatas, khusus bila ada pesanan. Biasanya khusus
kota Yogya dan sekitarnya.
Selain
pemesanan melalui online, Yulia juga
mempersilakan pelanggannya bila ingin mendatangi rumah produksinya di daerah
Terban, Yogyakarta. Meski begitu, kedatangan itu harus melalui janji dulu.
Sebelum
memungkasi perbincangan, Yulia sempat mengungkapkan salah satu keinginannya.
“Ingin
punya tempat khusus yang kekinian, khusus untuk minum jamu, seperti kafe, gitu,” ujarnya dengan mata berbinar. Sebuah
tempat di mana orang bisa menikmati jamu dengan gembira dan sukacita, tak hanya
untuk orang-orang sepuh tapi juga untuk generasi milenial.[]
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung. Bila berkenan, silakan tinggalkan jejak manisnya di sini.
Dilarang mengcopy isi blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare, cantumkan sumbernya. Terima kasih
Terima kasih telah berkunjung.
Bila berkenan, silakan tinggalkan jejak komentar.
Dilarang melakukan copy paste. Bila ingin mengutip atau membagikan, mohon dicantumkan link blog ini.